Sunday, December 7, 2008

Alchemyst: The Love Story 4

SI BOCAH MELEWATKAN MALAM TANPA TIDUR DUA JAM sebelum fajar, dia
membangunkan salah satu anak yang tidur di tendanya, dan menyuruhnya
menunjukkan padanya di mana Fatima tinggal. Mereka pergi ke tendanya, dan si
bocah memberi temannya emas yang cukup untuk membeli seekor domba.
Kemudian dia menyuruh temannya untuk masuk ke dalam tenda tempat Fatima
sedang tidur, dan untuk membangunkan dan memberitahunya bahwa dia menunggu
di luar. Remaja Arab itu melakukan apa yang dimima kepadanya, dan diberi emas
yang cukup untuk membeli domba lainnya.
"Sekarang tinggalkan kami," kata si bocah pada anak Arab itu. Ia kembali ke
tendanya untuk tidur, bangga telah membantu penasihat oasis, dan gembira
mendapatkan uang untuk membeli domba sendiri.
Fatima muncul di pintu masuk tenda. Mereka berdua berjalan-jalan di antara
pohon-pohon palem. Si bocah tahu ini merupakan pelanggaran terhadap Tradisi,
tapi hal itu tidak dipedulikannya saat ini.
radikal collection
"Aku mau pergi," katanya, "Dan aku ingin kamu tahu bahwa aku akan kembali. Aku
mencintaimu karena..."
"Jangan berkata apapun," Fatima menyela. "Seseorang dicintai karena ia dicintai.
Tak perlu ada alasan untuk mencintai."
Tapi si bocah melanjutkan, "Aku mengalami sebuah mimpi, dan aku bertemu
dengan seorang raja. Aku menjual kristal dan melintasi gurun. Dan, karena sukusuku
menyatakan perang, aku pergi ke sumur itu, mencari sang alkemis. Jadi, aku
mencintaimu karena segenap alam semesta bersatu membantuku menemukanmu."
Keduanya berpelukan. Itulah saat pertama kalinya yang satu menyentuh yang
lain.
"Aku akan kembali," kata si bocah.
"Sebelum ini, aku selalu memandang gurun dengan kerinduan," kata Fatima. "Kini
akan dengan harapan. Ayahku suatu hari pergi, tapi dia kembali pada ibuku, dan
dia selalu kembali sejak itu"
Mereka tidak berkata apa-apa lagi. Mereka berjalan lebih jauh di antara palempalem,
dan kemudian si bocah meninggalkannya di pintu masuk tendanya.
"Aku akan kembali, seperti ayahmu kembali pada ibumu," katanya.
Dia melihat mata Fatima berlinang.
"Kamu menangis?"
"Aku ini perempuan gurun," katanya, memalingkan wajah. "Tapi bagaimanapun,
aku ini perempuan."
Fatima kembali ke tendanya, dan, ketika siang menjelang, dia keluar untuk
melakukan pekerjaan sehari-hari yang telah dia kerjakan bertahun-tahun. Tapi
segalanya telah berubah. Si bocah tidak ada lagi di oasis, dan oasis ini tak akan lagi
punya arti yang sama seperti kemarin. Tempat ini bukan lagi tempat dengan
limapuluh ribu pohon palem dan tigaratus sumur, tempat para peziarah datang,
radikal collection
merasa lega di akhir perjalanan panjang mereka. Sejak hari itu, oasis menjadi
tempat yang kosong baginya.
Sejak hari itu, gurunlah yang menjadi penting. Dia memandangi gurun itu setiap
hari, dan mencoba menduga-duga bintang mana yang diikuti si bocah dalam
pencarian hartanya. Dia menitipkan kecupannya pada angin, berharap angin akan
menyentuh wajah si bocah, dan mengatakan padanya bahwa dia masih hidup.
Bahwa dia menunggunya, seorang perempuan yang menunggu seorang lelaki berani
yang sedang mencari hartanya. Sejak hari itu, baginya gurun hanya mewakili satu
hal: harapan kembalinya si bocah.

0 comments:


Blogspot Template by Isnaini Dot Com Powered by Blogger and Local Jobs