Sunday, December 7, 2008

Alchemyst: The Love Story 2

Ketika orang Inggris pergi, Fatima datang dan mengisi bejananya dengan air.
"Aku datang untuk memberitahu satu hal padamu," kata si bocah. "Aku ingin kamu
menjadi isteriku. Aku mencintaimu."
Bejana gadis itu terjatuh, dan airnya tumpah.
"Aku akan menunggumu di sini setiap hari. Aku telah menyeberangi gurun untuk
mencari suatu harta yang berada di satu tempat dekat Piramida, dan bagiku,
perang itu tampak seperti kutuk. Tapi sekarang ia adalah rahmat, karena ia
membawa diriku padamu."
"Perang akan berakhir suatu hari," kata gadis itu.
Si bocah melihat pelepah-pelepah kurma di sekitar. Dia mengingatkan dirinya
sendiri bahwa dia pernah menjadi seorang gembala, dan dia dapat kembali
menjadi gembala. Fatima lebih penting daripada hartanya.
"Warga-warga suku selalu mencari harta," kata gadis itu, seakan bisa membaca
apa yang sedang dipikirkan si bocah. "Dan perempuan-perempuan gurun bangga
pada pria suku mereka."
Dia mengisi kembali bejananya dan pergi."
Si bocah pergi ke sumur itu setiap hari untuk bertemu dengan Fatima. Dia
menceritakan pada sang gadis tentang hidupnya sebagai gembala, tentang raja itu,
dan tentang: toko kristal. Mereka menjadi teman, dan selain limabelas menit yang
dihabiskannya dengan gadis itu, tiap hari waktu seolah tak pernah beranjak. Ketika
dia sudah berada di oasis itu hampir satu bulan, pemimpin karavan mengundang
semua orang yang ikut rombongannya untuk rapat.
"Kita tidak tahu kapan perang akan berakhir, jadi kita tidak dapat meneruskan
perjalanan," katanya. "Pertempuran ini mungkin masih lama, barangkali tahunan.
Kedua pihak sama-sama kuat, dan pertempuran ini penting bagi pasukan perang
keduanya. Ini bukan pertarungan antara baik melawan jahat. Ini perang antara
kekuatan-kekuatan yang bertarung untuk mencapai keseimbangan kekuasaan, dan
bila perang seperti ini mulai, selesainya lebih lama dari perang-perang yang lain --
karena Allah berada di kedua pihak."
Orang-orang kembali ke tempat mereka tinggal, dan si bocah pergi untuk
menemui Fatima sore itu. Dia menceritakan padanya mengenai pertemuan tadi
pagi. "Sehari setelah kita bertemu," kata Fatima, "kamu bilang kamu mencintaiku.
Kemudian kamu mengajariku sesuatu tentang bahasa universal dan Jiwa Buana.
Karena itulah, aku menjadi bagian dari dirimu."
Si bocah mendengarkan nada suara gadis itu, dan merasakannya lebih indah
daripada suara angin di pelepah kurma.
"Aku telah menunggumu di sini di oasis ini sejak dulu. Aku telah melupakan masa
laluku, adat istiadatku, dan cara lelaki gurun mengharapkan perempuannya
berperilaku. Sejak masih kecil, aku telah memimpikan bahwa gurun akan
memberiku hadiah yang indah. Kini hadiahku telah tiba, dan itu adalah kamu."
Si bocah ingin menggenggam tangan gadis itu. Tapi tangan Fatima memegang
gagang kendi.
"Kamu telah menceritakan mimpi-mimpimu, tentang raja tua dan hartamu. Dan
kamu telah memberitahuku tentang pertanda. Jadi sekarang, aku tidak takut
apapun, karena pertanda itulah yang telah membawa dirimu kepadaku. Dan aku
adalah bagian dari mimpimu, bagian dari Legenda Pribadimu, seperti katamu.
"Itulah sebabnya aku ingin kamu terus menuju cita-citamu. Bila kamu harus
menunggu sampai perang selesai, tunggulah. Tapi bila kamu harus pergi
sebelumnya, teruskan pencarian mimpimu. Bukit-bukit pasir berubah oleh angin,
tapi gurun tak pernah berubah. Begitulah yang akan terjadi dengan cinta kita.
"Maktub," kata gadis itu. "Bila aku sungguh-sungguh bagian dari mimpimu, kamu
akan kembali suatu hari."

0 comments:


Blogspot Template by Isnaini Dot Com Powered by Blogger and Local Jobs